Sarumpun.com – JAKARTA – Kuantitas tukar rupiah pada perdagangan hari ini ditutup melemah 44 poin atau 0,27% hingga menyentuh level Rp16.611,5 per dolar Negeri Paman Sam pasca sebelumnya terjadi depresiasi. Hal ini juga sejalan dengan sentimen global kemudian domestik.
Kejatuhan kurs rupiah versus dolar Amerika Serikat juga terlihat pada data JISDOR BI (Bank Indonesia) yang dimaksud terus melemah menjadi Rp16.622/USD. Pelemahan rupiah sangat dalam, bila dibandingkan dengan pembukaan sebelumnya pada tempat Rp16.561.
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah salah satunya dari perasaan khawatir ekonomi dalam sedang meningkatnya ketegangan perdagangan global, dimana Presiden AD Donald Trump menyatakan tarif mobil akan segera diberlakukan.
“Selain itu, kehati-hatian Federal Reserve di pemangkasan suku bunga kemungkinan sudah mengurangi sentimen bearish lebih banyak lanjut terakumulasi pada dolar, tetapi kami pikir sebagian besar penerapan tarif Amerika Serikat pada tanggal 2 April mendatang yang mana memaksa beberapa orang untuk berpikir ulang tentang perdagangan jangka pendek USD,” tulis Ibrahim di risetnya, Selasa (25/3/2025).
Namun, laporan media selama akhir pekan menunjukkan bahwa Presiden Donald Trump berencana untuk menerapkan pendekatan yang lebih lanjut selektif terhadap tarif timbal balik mulai bulan depan. Alih-alih mengenakan pungutan yang dimaksud luas di dalam seluruh industri, pemerintahan Trump diharapkan untuk fokus pada negara-negara dengan ketidakseimbangan perdagangan yang digunakan signifikan dengan AS.
Kemudiasn, Pihak yang Berinvestasi juga memantau pembicaraan untuk mengakhiri konflik di dalam Ukrainal. Pejabat Negeri Paman Sam dan juga Rusia mengakhiri pembicaraan selama sehari pada hari Hari Senin yang mana difokuskan pada proposal sempit untuk gencatan senjata pada laut antara Kyiv juga Moskow, bagian dari upaya diplomatik yang mana diharapkan Washington akan membantu membuka jalan bagi negosiasi perdamaian yang mana tambahan luas.
Dari sentimen domestik, berdasarkan pengamatan Ibrahim, tantangan global yang digunakan ditandai dengan tren proteksionisme yang tersebut kian menguat khususnya di tempat negara-negara maju, ditambah berbagai variabel domestik yang dimaksud juga tak mudah, akan menyulitkan perekonomian Indonesia. Target pertumbuhan kegiatan ekonomi di dalam menghadapi 5% tahun ini, yang tersebut digadang-gadang oleh pemerintah dinilai tinggal mimpi.
Pertumbuhan sektor ekonomi pada 2025 belaka akan sebesar 4,9%, lebih tinggi rendah ketimbang prediksi sebelumnya 5,1%. Pertumbuhan rendah diperkirakan berlanjut pada 2026 dalam 4,9% dibandingkan proyeksi sebelumnya 5,15%. Penurunan yang disebutkan mencerminkan outlook pembangunan ekonomi yang tersebut lebih lanjut lemah dan juga kenaikan risiko perdagangan dari ancaman tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Perekonomian sebenarnya sudah ada menunjukkan kelesuan bahkan ketika ancaman tarif Trump belum terlalu memanas. Arus pemutusan hubungan kerja besar-besaran yang melanda bidang padat karya seperti tekstil, telah dilakukan melukai konsumsi rumah tangga.