Sarumpun.com – JAKARTA – Revisi UU Kejaksaan juga KUHAP dinilai sebagai bukti ketidakpastian hukum dalam Indonesia. Hal itu dikhawatirkan menciptakan penegakan hukum semakin kacau.
“Kasus pagar laut Tangerang lalu perkara timah adalah dua contoh ketidakpastian hukum yang dimaksud disebabkan oleh kewenangan berlebih jaksa,” kata Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, Kamis (13/2/2025).
Haidar menjelaskan, perkara pagar laut Tangerang setidaknya ditangani oleh tiga lembaga penegak hukum. Mulai dari Polri, KPK, hingga Kejaksaan. Polri mengusut dugaan pidana umumnya, sedangkan KPK dan juga Kejaksaan sama-sama mengusut dugaan pidana korupsinya.
“Antara KPK lalu Kejaksaan dua lembaga penegak hukum menangani satu perkara korupsi jelas tiada efisien dan juga menyebabkan ketidakpastian hukum,” ucapnya.
Untuk menghindari hal-hal seperti itulah mengapa KUHAP yang berlaku ketika ini mengatur pemisahan fungsi kewenangan lembaga penegak hukum. Polri kemudian PPNS sebagai penyidik, jaksa sebagai penuntut umum serta hakim sebagai pengadil.
Sedangkan KPK sebagai lembaga ad-hoc yang diberi tugas khusus di pemberantasan perbuatan pidana korupsi dengan gabungan fungsi penyidikan sekaligus penuntutan.
“Namun kewenangan jaksa sebagai penyidik langkah pidana tertentu di UU Kejaksaan sudah mengganggu keteraturan penegakan hukum tersebut. Padahal perbuatan pidana tertentu bukanlah hanya sekali korupsi. Kini jaksa terkesan lebih besar daripada KPK hingga menutupi fungsi utamanya sebagai penuntut umum,” jelasnya.
Selain itu, ketidakpastian hukum akibat kewenangan berlebih jaksa juga tercermin dari perkara timah. Kasus timah disebut-sebut sebagai perkara korupsi terbesar di tempat Indonesia bertolak-belakang dengan vonis hakim.