Pakar Anggap KUHAP yang mana Lama Bikin Aparat Penegak Hukum Terkotak-Kotak

Photo of author

By Balqis Ufairah

Sarumpun.com – JAKARTA – Pakar Hukum Suparji Ahmad menganggap bahwa dengan konsep KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981) yang menganut prinsip deferensial fungsional, setelahnya 43 tahun berlaku baru terasa pada waktu ini Aparat Penegak Hukum (APH) terkotak-kotak pada kinerjanya. Hal itu, kata Suparji, tak mencerminkan sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system) yang diharapkan.

Akibatnya, lanjut dia, tidaklah tercapai apa yang diharapkan dikarenakan terganggunya sinkronisasi dan juga harmonisasi kinerja APH. “Contohnya, serta ini belaka contoh teoris saja, apabila terjadi rekayasa berkas perkara di proses penyidikan, maka Jaksa tak akan datang tahu dikarenakan menurut KUHAP, Jaksa semata-mata membaca apa yang ada dalam berkas perkara. Seandainya itu benar-benar terjadi maka yang digunakan dirugikan adalah para pencari keadilan,” ujar Suparji, Rabu (12/2/2025).

Suparji mengatakan, sebenarnya kejaksaan tak akan pernah memperluas kewenangan atau bahkan mengambil kewenangan lembaga lain. Namun hal yang tersebut harus didorong adalah pembaharuan paradigma pada mekanisme kerja antara Penyidik dan juga Jaksa.

“Jika dulunya antara penyidik dan juga jaksa bekerja secara terpisah, menjadi penyidik juga jaksa bekerja bersama-sama di menegakkan hukum pidana,” jelasnya.

Kondisi kerja yang mana kolaboratif antara Penyidik lalu Jaksa inilah, menurut Suparji yang digunakan harus diatur secara jelas pada KUHAP mendatang. Menurutnya, penyidik kemudian jaksa adalah lembaga yang digunakan ada di satu rumpun eksekutif, sehingga organ kelengkapan di tempat dalamnya bukan boleh terkotak-kotak.

“Jadi pada sistem peradilan pidana nantinya yang mana melakukan kontrol menghadapi kerja penyidik serta jaksa adalah hakim (pengadilan) sebagai pemegang kekuasaan yudikatif,” kata Suparji.

Konsep mekanisme kerja yang tersebut kolaboratif, menurut Suparji, cocok bagi bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia berpaham integralistik. Artinya, lanjut dia, dapat bekerja bersama-sama secara gotong royong.

“Konsep deferensiasi fungsional sebagaimana dianut KUHAP yang digunakan ketika ini berlaku disusun berdasarkan paham individualistik ala barat, yang mana tiada cocok bagi kita sebenarnya,” tuturnya.

Bahkan, lanjut Suparji, yang tersebut menjadi ironi sistem peradilan pada barat, contohnya Amerika Serikat atau Belanda atau bahkan Korea Selatan, mengusung konsep kebersamaan kerja antara penyidik serta jaksa.

“Jadi pada kenyataannya merek yang dimaksud berpaham individualistik malah tambahan integral di menciptakan dan juga mengatur hubungan kerja antara penyidik juga jaksa di sistem peradilan pidana mereka,” pungkasnya.

Leave a Comment