Sarumpun.com – JAKARTA – Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi memohonkan Presiden Prabowo Subianto melayangkan nota mengkritik resmi untuk pemerintah Belanda terkait riset Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
Pada akhir Desember 2024, OCCRP yang dimaksud berbasis dalam Amsterdam merilis nama Jokowi sebagai salah satu finalis tokoh yang digunakan terlibat di kejahatan terorganisasi juga paling korup di area dunia.
Haidar Alwi menyebut, Jokowi adalah presiden, kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang digunakan dipilih dengan segera oleh mayoritas rakyat Indonesia melalui pemilihan umum yang dimaksud sah. Karenanya, pelecehan terhadap Jokowi adalah pelecehan terhadap negara, pemerintah, lalu mayoritas rakyat Indonesia.
“Dengan segala hormat saya memohon terhadap Presiden Prabowo Subianto untuk memerintahkan Kementerian Luar Negeri melayangkan nota membantah secara resmi terhadap pemerintah Belanda terkait riset OCCRP,” katanya, hari terakhir pekan (17/1/2025).
“Hal itu demi menjaga biaya diri kemudian kehormatan bangsa di area mata dunia agar tidaklah mudah dilecehkan oleh siapa pun. Jika sekarang Jokowi, tidak tiada kemungkinan besar di tempat masa depan OCCRP atau lembaga lainnya menyasar Presiden Prabowo Subianto,” sambungnya.
Setelah berhasil mengguncang Indonesia dengan kegaduhan yang digunakan ditimbulkannya, OCCRP kemudian mengakui tiada memiliki bukti Jokowi terlibat pada korupsi. Mereka berdalih kelompok-kelompok rakyat sipil dan juga para ahli menilai pemerintahan Jokowi secara signifikan merusak kekuatan lembaga antikorupsi, lembaga pemilihan umum juga lembaga peradilan.
R Haidar Alwi menyebut, kalau revisi UU KPK disebut merusak kekuatan KPK, bukankah sudah ada banyak putusan MK yang tersebut meyakinkan UU yang dimaksud tidaklah bermasalah. Lalu, kalau pencalonan Gibran sebagai cawapres disebut melemah lembaga pemilihan umum lalu peradilan, bukankah MK pada putusannya telah menyatakan pencalonan Gibran sah dan juga intervensi presiden tidak ada terbukti.
“Jadi, yang dimaksud dijadikan dalih oleh OCCRP itu tiada lebih lanjut dari sekadar persepsi para ahli dan juga kelompok publik sipil yang mana tidaklah taat konstitusi. Oleh sebab tak ada bukti, hanya saja berlandaskan persepsi melawan konstitusi, maka predikat negatif yang mana disematkan oleh OCCRP terhadap Jokowi semata-mata usulan tanpa dasar,” ungkapnya.