Saksi Ahli: Kasus Korupsi Pertambangan Timah Hanya Bisa Diselidiki Polisi juga PPNS ESDM

Photo of author

By Gusun Fawaida

Sarumpun.com – JAKARTA – Sidang perkara dugaan korupsi tata niaga Timah dengan empat terdakwa pengurus CV Venus Inti Perkasa (VIP) kembali diselenggarakan di tempat Pengadilan Tipikor Jakarta, Hari Senin (18/11/2024). Sidang kali ini mendengarkan keterangan saksi ahli Guru Besar Hukum Pertambangan Universitas Hasanuddin yang sekaligus pakar hukum pertambangan Prof Abrar Saleng.

Prof Abrar menjelaskan, perkara pertambangan apabila terjadi pelanggaran biasanya diselesaikan secara administrasi kemudian bukanlah pidana. “Jika sebuah perusahaan pertambangan miliki izin usaha penambangan (IUP) maka maka setiap pelanggaran yang diadakan masuk pada sanksi administrasi lalu bukanlah pidana. Semua kegiatan pertambangan yang mana berbasis izin tak masuk illegal. Yang dipidana menambang dalam luar izin,” katanya.

Jika memang benar terjadi langkah pidana pada perusahaan penambangan maka selain sanksi administrasi, yang mana berhak melakukan penyidikan adalah polisi dan juga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Kementerian ESDM. Bukan lembaga lain.

“Sudah jelas yang mana diatur secara khusus, bahwa yang berhak melakukan penyidikan terhadap tindakan pidana pertambangan adalah PPNS Kementerian ESDM. Selain PPNS dan juga Kepolisian, Lembaga lain tiada bisa saja melakukan penyidikan, lantaran ada orang penyidik pertambangan harus menjalani sekolah khusus juga SK khusus,” ungkapnya.

Karena itu, ia menganggap bahwa jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani tindakan hukum dugaan korupsi tata niaga Timah senilai Rp271 triliun ini pun kurang memahami istilah-istilah pertambangan. “Ini tiada akan terjadi apabila memang sebenarnya penyidiknya adalah orang yang dimaksud ahli pertambangan,” ujarnya.

Ketika ditanya jikalau terjadi aktivitas pidana pertambangan siapa yang dimaksud harus dimintai pertanggungjawaban, guru besar Universitas Hasannudin ini menyatakan yang bertanggung jawab adalah perusahaan yang mana memiliki IUP. Bukanlah pihak ketiga maupun warga sekitar.

“Karena berdasarkan undang-undang pertambangan, perusahaan yang digunakan memegang IUP sah seandainya ingin bekerja sejenis dengan pihak ketiga, namun jikalau ada permasalahan tanggung jawabnya tetap memperlihatkan ada di dalam pihak pemegang IUP,” tuturnya.

Sementara saksi ahli dari Universitas Sumatera Utara Dr Mahmud Mulyadi menjelaskan, UU TIpikor bukanlah UU Sapu Jagat yang bisa saja menjerat seseorang berdasarkan adanya kerugian keuangan negara. Karena bukan semua sanggup digeneralisasi sebagai Tipikor berdasarkan adanya kerugian keuangan negara.

“Kalau semua yang merugikan keuangan negara dianggap sebagai Tipikor nah itu kan berbahaya. Karena nelayan yang dimaksud menangkap ikan secara ilegal (illegal fishing) dapat dijerat UU Tipikor. Jangan nanti orang menggali tanah dianggap merusak lingkungan bisa jadi dikenakan pasal tipikor. Fakta-faktanya kita lihat dulu,” katanya.

Dosen hukum pidana Universitas Sumatera Utara ini mengingatkan sebagai UU khusus (lex spesialis), UU Tipikor tidaklah bisa saja juga segera digunakan untuk berbagai perkara. UU ini semata-mata dapat digunakan ketika tiada ada UU yang dimaksud mengatur satu perbuatan yang bersifat khusus.

Leave a Comment