Sarumpun.com – JAKARTA – Menjadi hal yang mana wajar jikalau Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak mempunyai power kemudian semata-mata orang biasa pasca tidak ada lagi menjabat sebagai presiden. Hal ini ditegaskan oleh pendukung Prabowo Subianto, Haikal Hassan.
Penyampaian ini disampaikan Haikal Hassan menanggapi pernyataan politikus PDIP, Adian Napitupulu, pada acara Rakyat Bersuara dalam iNews, Selasa (17/9/2024).
“Kalau tadi Bang Adian bilang setelahnya 20 Oktober Pak Jokowi tak punya wewenang, itu ya memang benar begitu, setiap presiden selesai ya udah selesai begitu. Terus apa yang mana mau dinaikin gitu loh,” ucap Haikal.
Haikal memandang, PDIP seharusnya mengambil bagian bertanggung jawab melawan beragam fenomena yang digunakan terjadi mendekati lengsernya Jokowi.
“Kalau Bang Adian meninjau ada sesuatu yang enggak beres pada negara ini, mestinya jangan lihat sekarang dong, yang mana bersatu Pak Jokowi selama 9 tahun lebih lanjut itu siapa? Ya PDIP, masa PDIP lepas tangan,” katanya.
Haikal pun meminta, untuk bukan menumpahkan segala kesalahan terhadap Jokowi. “Jangan sampai kesalahan ini ditumpahkan ke orang gitu loh. Yang 9 tahun 3 bulan ini dengan Pak Jokowi itu siapa?” ungkapnya.
Menurutnya, kondisi Indonesia ketika ini telah sangat hancur dari sisi korupsi. “Jangan pura-pura cuci tangan, lepas diri, negara ini sudah ada hancur lebur dari sisi korupsi, terus KPK punya daftar yang tersebut paling banyak korupsinya itu partai apa. Saya enggak tanya Adian, saya tanya partainya,” tegasnya.
Haikal juga mempertanyakan sikap DPR yang tak kunjung mengesahkan Undang-Undang (UU) Perampasan Aset yang tersebut telah lama diminta oleh Jokowi.
“Kenapa sampai sekarang yang dimaksud diminta oleh Pak Jokowi Undang-Undang Perampasan Aset, kenapa ketum Anda itu bukan menyetujui, kenapa DPR enggak ngikutin,” ucapnya.
“Kalau itu disetujui, perampasan aset itu cuma dari lima orang saja, Rp440 triliun balik di waktu sesaat,” lanjutnya.
Oleh sebab itu, Haikal kembali menegaskan, hal yang mana normal bila Jokowi tidaklah lagi memiliki kekuasaan setelahnya purnatugas.
“Itu normal. Presiden Soekarno yang digunakan kita hormati ketika beliau bukan lagi presiden kehilangan segalanya. Pak Harto almarhum yang dimaksud kita hormati, ketika selesai jadi presiden telah juga selesai, begitu juga Pak SBY, Bu Mega,” tandasnya.