Sarumpun.com – JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dipastikan tak lolos di proses seleksi test assessment calon pimpinan ( capim) KPK . Nama Ghufron tidak ada masuk pada daftar 20 Capim KPK yang digunakan lolos ke tahap selanjutnya.
Sebanyak 20 nama calon pimpinan KPK yang tersebut lolos test assessment. Mereka adalah Agus Joko Pramono, Ahmad Alamsyah Saragih, Didik Agung Widjanarko, Djoko Poerwanto, Fitroh Rohcahyanto, Harli Siregar, I Nyoman Wara, Ibnu Basuki Widodo, Ida Budhiati, Johan Budi Sapto Pribowo, Johanis Tanak, Michael Rolandi Cesnanta Brata, Muhammad Yusuf, Pahala Nainggolan, Poengky Indarti, Sang Made Mahendrajaya, Setyo Budiyanto, Sugeng Purnomo, Wawan Wardiana, juga Yanuar Nugroho.
Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah lama memutuskan Nurul Ghufron melanggar etik. Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur pada Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas nomor 3 tahun 2021 Tentang penegakan kode etik serta kode perilaku KPK.
“Menjatuhkan sanksi sedang terhadap terperiksa berbentuk teguran tertoreh yaitu agar terperiksa tiada mengulangi perbuatannya, juga agar terperiksa selaku pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap kemudian perilaku dengan menaati kemudian melaksanakan kode etik serta kode perilaku KPK,” kata Ketua Dewas KPK sekaligus Ketua Majelis Tumpak Hatorangan Panggabean, beberapa waktu lalu.
Nurul Ghufron terbukti menggunakan pengaruhnya sebagai pimpinan KPK terkait permintaan bantuan dari Ghufron terhadap Kasdi Subagyono selaku Plt Irjen dan juga Sekjen Kementan. Dia memohon Kasdi memutasi orang pegawai Kementerian Pertanian ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (sekarang Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian) Malang. Pegawai Kementan itu bernama Andi Dwi Mandasari, menantu dari teman sekolah Ghufron.
Dari putusan Dewas KPK tersebut, sebagian pihak seperti Publik Antikorupsi Indonesia (MAKI) memohon Pansel mendiskualifikasi Nurul Ghufron sebagai capim KPK. MAKI khawatir persoalan hukum seperti Firli Bahuri kembali terulang jikalau Pansel kembali meloloskan pimpinan yang digunakan bermasalah dengan etik.