Sarumpun.com – JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melakukan reshuffle kabinet pada penghujung masa jabatannya, termasuk menggantikan Tri Rismaharini sebagai Menteri Sosial dengan Saifullah Yusuf atau Gus Ipul. Keputusan ini memunculkan berbagai pertanyaan lalu kritik mengenai urgensi juga kegunaan reshuffle, khususnya akibat sisa waktu masa jabatan belaka sekitar 1,5 bulan.
Pakar Kebijakan lalu Ekonom UPN Veteran Ibukota Achmad Nur Hidayat menilai reshuffle kali ini selain bukan efektif juga memboroskan anggaran negara dan juga dapat mengakibatkan kesan bahwa penggantian menteri dijalankan untuk kepentingan pribadi, bukanlah untuk negara.
“Mengganti menteri di waktu yang dimaksud sangat singkat, kurang dari 2 bulan sebelum berakhirnya masa pemerintahan merupakan langkah tidak ada efisien dari segi kinerja maupun anggaran,” ujar Achmad, Rabu (11/9/2024).
Menteri baru yang tersebut diangkat di waktu sesingkat itu tidaklah akan mempunyai cukup waktu untuk melakukan kebijakan strategis atau inovasi signifikan.
Waktu yang dimaksud diperlukan untuk beradaptasi dengan sikap baru juga memahami dinamika kementerian sangat terbatas, sehingga sangat sulit bagi menteri baru untuk memberikan sumbangan yang mana berarti. Akibatnya, kinerja menteri baru hampir tiada akan berdampak, menjadikan pergantian ini tidak ada lebih tinggi dari sekadar formalitas kebijakan pemerintah tanpa khasiat nyata bagi masyarakat.
Menurut dia, tambahan bijaksana jikalau Presiden menunjuk seseorang Pelaksana tugas (Plt) dari di kementerian di dalam bawah koordinasi kementerian terkait daripada melakukan reshuffle yang digunakan penuh biaya.
Penunjukan Plt akan lebih lanjut efektif sebab pejabat yang mana ditunjuk biasanya telah memahami seluk-beluk kementerian dan juga tak perlu melintasi proses penyesuaian yang tersebut panjang. Dengan demikian, kebijakan dapat berjalan lebih tinggi optimal di dalam sisa waktu pemerintahan tanpa harus terganggu oleh proses transisi.
Langkah ini juga dapat menghemat anggaran negara yang mana semestinya tiada perlu dikeluarkan untuk pelantikan, pergantian staf, serta penyesuaian birokrasi lainnya.
Dia menuturkan reshuffle kalini ini mengakibatkan kesan yang mana kurang baik pada mata publik. Seolah-olah Jokowi melakukan perombakan kabinet demi berbagi jabatan yang tersebut dapat memunculkan prakiraan bahwa menteri baru merasa memiliki utang budi terhadap pribadi presiden.